DIORAMA | FAAL | ROMANSA
DIORAMA
MATAHARI telah menyingsing dari ufuk timur jauh
seberkas cahaya jatuh menempa kaca jendela
lalu membias pada cermin dalam ruang kamar
gelap semalam menyusut dalam pusara waktu
sayup kicau burung merobek sunyi bersama angin
sedangkan aku masih duduk bisu hingga sepagi itu
FAAL
SEPAGI buta ini telah kutundukkan wajah sedalam samudera
menelusuri segala tanda di antara warna-warna yang kian buram
kerahkan segala upaya untuk mengeja pertanda dalam ambigu
hanya saja tanda itu terlampau rumit dijangkau akal terbatasku
aku hanya mampu terjemahkan tanda itu dengan bahasa kalbu
ROMANSA
TELAH banyak tertulis segala luap rasa itu bersama helaan napas
namun segala cerita yang tertuang hanya menjadi tragedi dramatis
detik demi detik kian meranggas tua dalam jejak langkah mengibamu
raut bayangmu makin membuatku menderita dalam semu yang bisu
Tertinggal segala jerit pedih dalam bait-bait pilu dalam pusaran egomu
kini, aku hanya menemu cadasnya sebongkah batu pada laju hasratmu
sebab kau telah berpaut erat dengan cahaya kemilau yang memesonamu
dan kau hampir tak ambil peduli dengan kepedihan yang kau tinggalkan
Tiap menjelang malam wajahmu selalu timbul tenggelam dalam kesendirianku
entah mengapa sampai detik ini kau masih menyelip di antara detak jantungku
hingga membuat dadaku sarat akan luap rasa yang kian terasa tawar karenamu
padahal susah mati kuingin enyahkan segala romansa, namun aku tak berdaya
MATAHARI telah menyingsing dari ufuk timur jauh
seberkas cahaya jatuh menempa kaca jendela
Baca Juga
sayup kicau burung merobek sunyi bersama angin
sedangkan aku masih duduk bisu hingga sepagi itu
Yogyakarta, 30 Januari 2009
SEPAGI buta ini telah kutundukkan wajah sedalam samudera
kerahkan segala upaya untuk mengeja pertanda dalam ambigu
hanya saja tanda itu terlampau rumit dijangkau akal terbatasku
aku hanya mampu terjemahkan tanda itu dengan bahasa kalbu
Yogyakarta, 30 Januari 2009
TELAH banyak tertulis segala luap rasa itu bersama helaan napas
namun segala cerita yang tertuang hanya menjadi tragedi dramatis
detik demi detik kian meranggas tua dalam jejak langkah mengibamu
raut bayangmu makin membuatku menderita dalam semu yang bisu
Tertinggal segala jerit pedih dalam bait-bait pilu dalam pusaran egomu
kini, aku hanya menemu cadasnya sebongkah batu pada laju hasratmu
sebab kau telah berpaut erat dengan cahaya kemilau yang memesonamu
dan kau hampir tak ambil peduli dengan kepedihan yang kau tinggalkan
Tiap menjelang malam wajahmu selalu timbul tenggelam dalam kesendirianku
entah mengapa sampai detik ini kau masih menyelip di antara detak jantungku
hingga membuat dadaku sarat akan luap rasa yang kian terasa tawar karenamu
padahal susah mati kuingin enyahkan segala romansa, namun aku tak berdaya
Puisi ini telah dipublikasikan di REPUBLIKA (01/02/2009)