PERIHAL KESENDIRIAN | MEMETIK SUNYI | DENGARLAH AKU | SEPARUH DIRIKU
PERIHAL KESENDIRIAN
BIARLAH kesendirian ini menguncup.
kelak jika perjumpaan itu tiba,
ia akan terbuka dengan leluasa.
Kesendirian ini bukan seperti bayi dalam kandungan,
sebab setelah terlahir ke dunia ia justru tak leluasa.
kesendirian ini adalah dahaga di musim kemarau.
Tentunya ia takkan menuju laut
sekalipun di sana air melimpah.
ia akan pergi ke puncak gunung kesunyian.
meski terjal dan mendaki
tapi di sanalah segala dahaga terobati.
MEMETIK SUNYI
MEMETIK sunyi di kegelapan
yang merayap sepanjang jalan.
Hanya deru menyumpal lubang telinga
meski sekali klakson memekak.
Setapak tirus menghitam,
legam serupa telusur ular.
Langit diam seribu bahasa
dalam laju kata di atas roda.
Dan bintang tak pernah kulihat menari
selain hanya monolog sunyi dalam penglihatan.
DENGARLAH AKU
DENGARLAH apa yang datang padamu.
rasakan bagaimana angin mengantarkan
pesan jiwaku padamu.
Kalaupun bibir ini tak sanggap mengecup keningmu,
biarlah angin yang memberi isyarat itu.
Tak perlu datang dalam mimpiku,
sebab aroma mawar ini telah menjelma dirimu.
Biarlah kegilaan ini tetap bertahan
sampai dirimu benar-benar datang
membasuh kerinduanku yang tertahan.
SEPARUH DIRIKU
AKU setengah mati, setengah hidup.
aku setengah isi, dan setengah kosong.
sebab padamu segalanya penuh.
Tak lagi ada setengah, melainkan utuh,
bahkan tiada cacat sedikit pun darimu.
Aku setengah mati, setengah hidup.
aku setengah isi, dan setengah kosong.
Sebab ada pemisah yang membuatku tak lagi penuh.
BIARLAH kesendirian ini menguncup.
kelak jika perjumpaan itu tiba,
ia akan terbuka dengan leluasa.
Kesendirian ini bukan seperti bayi dalam kandungan,
sebab setelah terlahir ke dunia ia justru tak leluasa.
kesendirian ini adalah dahaga di musim kemarau.
Tentunya ia takkan menuju laut
sekalipun di sana air melimpah.
ia akan pergi ke puncak gunung kesunyian.
meski terjal dan mendaki
tapi di sanalah segala dahaga terobati.
Yogyakarta, 06 Oktober 2013
MEMETIK sunyi di kegelapan
yang merayap sepanjang jalan.
Hanya deru menyumpal lubang telinga
meski sekali klakson memekak.
Setapak tirus menghitam,
legam serupa telusur ular.
Langit diam seribu bahasa
dalam laju kata di atas roda.
Dan bintang tak pernah kulihat menari
selain hanya monolog sunyi dalam penglihatan.
Yogyakarta, 06 Oktober 2013
DENGARLAH apa yang datang padamu.
rasakan bagaimana angin mengantarkan
pesan jiwaku padamu.
Kalaupun bibir ini tak sanggap mengecup keningmu,
biarlah angin yang memberi isyarat itu.
Tak perlu datang dalam mimpiku,
sebab aroma mawar ini telah menjelma dirimu.
Biarlah kegilaan ini tetap bertahan
sampai dirimu benar-benar datang
membasuh kerinduanku yang tertahan.
Yogyakarta, 07 Oktober 2013
AKU setengah mati, setengah hidup.
aku setengah isi, dan setengah kosong.
sebab padamu segalanya penuh.
Tak lagi ada setengah, melainkan utuh,
bahkan tiada cacat sedikit pun darimu.
Aku setengah mati, setengah hidup.
aku setengah isi, dan setengah kosong.
Sebab ada pemisah yang membuatku tak lagi penuh.
Yogyakarta, 07 Oktober 2013
Puisi ini telah dipublikasikan di PADANG EKSPRES (20/10/2013)