MELAWAN WAKTU | DIRI KITA | AIR MATA
MELAWAN WAKTU
KIRANYA aku takkan pernah tinggal diam
untuk duduk menunggu dan bersama waktu
yang membunuhku. Membunuh dengan belati
bermata ganda bernama sunyi.
Kiranya jejak langkah kaki tak lagi mampu bertumpu
pada roda bumi yang terus berputar
aku berusaha naik ke atas, namun berulang kali tergelincir
hingga di landas terbawah. Aku bangkit dengan napas tersengal
bahkan sulit bedakan ajal dan kenyataan dalam mimpi
Dadaku penuh gemuruh. Khayalku sarat ilusi.
doaku bercampur ambisi. Cintaku terbang tinggi
dengan sayap-sayap patahnya. Bahkan dewi keberuntungan enggan
menghujamkan anak pahah di balik punggungnya.
DIRI KITA
BAGAIMANA jika raga kita bersembunyi dalam peti-peti,
lalu roh kita terbang tinggi bersama ajal yang memenggal.
Tentunya hidup bukanlah petak umpet
yang sekadar bersembunyi dan mencari
Pastilah takkan bertemu antara mimpi dan kenyataan,
sebab apa yang dicari dan apa yang sembunyi
sama-sama ilusi dalam kenyataan
Sering kali kesadaran memulih
saat tersandung batu dan kerikil,
lalu kembali hanyutkan fantasi-fantasi semu
di hamparan laut tak terbatas yang disebut samudra hasrat
Berani berlayar, namun takut ancaman badai dan gelombang
berani menerjang, tapi takut tertimpa batu karang
Pengecut yang lacur tersemat di dada
sebagai pahlawan berharap tanda jasa
Berkata jujur, tapi pembohong
berlaku adil, tapi penikmat zalim
Itulah diri kita.
AIR MATA
AKU menatap wajahmu dalam sebuah kisah,
cerita masa lalu yang terangkum di masa kini.
Ada segurat harapan di pelupuk matamu
tentang masa depan, lalu meleleh bersama keheningan
yang merasuk di jiwaku. Titik demi titik bertutur padaku,
mencoba alirkan rasa yang terpendam di jiwamu
Itulah air matamu.
KIRANYA aku takkan pernah tinggal diam
untuk duduk menunggu dan bersama waktu
Baca Juga
Kiranya jejak langkah kaki tak lagi mampu bertumpu
pada roda bumi yang terus berputar
aku berusaha naik ke atas, namun berulang kali tergelincir
hingga di landas terbawah. Aku bangkit dengan napas tersengal
Dadaku penuh gemuruh. Khayalku sarat ilusi.
doaku bercampur ambisi. Cintaku terbang tinggi
dengan sayap-sayap patahnya. Bahkan dewi keberuntungan enggan
menghujamkan anak pahah di balik punggungnya.
Yogyakarta, 05 April 2013
BAGAIMANA jika raga kita bersembunyi dalam peti-peti,
lalu roh kita terbang tinggi bersama ajal yang memenggal.
Tentunya hidup bukanlah petak umpet
yang sekadar bersembunyi dan mencari
Pastilah takkan bertemu antara mimpi dan kenyataan,
sebab apa yang dicari dan apa yang sembunyi
sama-sama ilusi dalam kenyataan
Sering kali kesadaran memulih
saat tersandung batu dan kerikil,
lalu kembali hanyutkan fantasi-fantasi semu
di hamparan laut tak terbatas yang disebut samudra hasrat
Berani berlayar, namun takut ancaman badai dan gelombang
berani menerjang, tapi takut tertimpa batu karang
Pengecut yang lacur tersemat di dada
sebagai pahlawan berharap tanda jasa
Berkata jujur, tapi pembohong
berlaku adil, tapi penikmat zalim
Itulah diri kita.
Yogyakarta, 05 April 2013
AKU menatap wajahmu dalam sebuah kisah,
cerita masa lalu yang terangkum di masa kini.
Ada segurat harapan di pelupuk matamu
tentang masa depan, lalu meleleh bersama keheningan
yang merasuk di jiwaku. Titik demi titik bertutur padaku,
mencoba alirkan rasa yang terpendam di jiwamu
Itulah air matamu.
Yogyakarta, 04 April 2013
Puisi ini telah dipublikasikan di MAJALAH STORY (Edisi Mei 2013)