SELUBUNG MAKNA | JUBAH PARA PECINTA | HALAKAH
SELUBUNG MAKNA
BURUNG jiwa telah terbang ke hamparan langit nun tinggi
mulailah ia hikmat memagut segala hakikat madu pengetahuan hayati
luas makrifat menembus selubung dimensi antargalaksi di jagat raya
Kesadaranku telah melepaskan diri dari cengkeram naif tipu muslihat
lirih suara kekasih memanggil dari balik kabut penutup mata
kulihat wajahnya begitu rupawan, membuatku tak lagi berpaling darinya
Makna telah tergali dari nurani dan kesadaran akal murni
roh telah bersenyawa dengan zat, tak lagi ada ketiadaan
sebab setelah ajal tiba, hiduplah roh dalam keabadian maknawi
JUBAH PARA PECINTA
LEPASKAN selimut tubuhmu agar kau rasakan kebenaran hawa dingin
kenakan jubahmu dan berdirilah sebelum malam dijemput azan Subuh
kau akan rasakan bagaimana hangat melarutkan dingin bagai gula
Oh, para pecinta, saat perjumpaan gemuruh rindu telah tiba
kegembiraan akan mengubah ragam pualam menjadi bongkah zamrud menawan
hati yang berseri akan ringankan kaki menuju peluk kekasih
Mari dengarkan melodi yang mengalun penuh merdu nan syahdu
biarkan kalbu mabuk dalam lagu, namun kesadaran tetap terjaga
tahukah kau bahwa syairnya telah membawa setangkup sukacita padaku?
HALAKAH
SUNGGUH betapa nikmat duduk melingkar bersama, curahkan segala perhatian
kau buka pintu tanpa sungkan, tanpa curiga, leluasa berkata
mata air mengalir deras dari palung hati dan pikiran
Hingga bibir kering menuang beragam kata dalam mangkuk makrifat
percakapan hikmat itu telah memalingkan kesadaran dari pergantian waktu
lalu kita mereguk esensi bersama dalam hati penuh riang
Bukan sekadar sensasi rasa yang kita kecap di dalamnya
kita mewujud elang yang terbang bebas ke penjuru dimensi
halakah itu siratkan cahaya, sayap terbentang, dan kita melayang
Sajak ini telah dipublikasikan di INDOPOS (01/08/2015)
BURUNG jiwa telah terbang ke hamparan langit nun tinggi
mulailah ia hikmat memagut segala hakikat madu pengetahuan hayati
luas makrifat menembus selubung dimensi antargalaksi di jagat raya
Kesadaranku telah melepaskan diri dari cengkeram naif tipu muslihat
lirih suara kekasih memanggil dari balik kabut penutup mata
kulihat wajahnya begitu rupawan, membuatku tak lagi berpaling darinya
Makna telah tergali dari nurani dan kesadaran akal murni
roh telah bersenyawa dengan zat, tak lagi ada ketiadaan
sebab setelah ajal tiba, hiduplah roh dalam keabadian maknawi
Yogyakarta, 08 Juni 2015
LEPASKAN selimut tubuhmu agar kau rasakan kebenaran hawa dingin
kenakan jubahmu dan berdirilah sebelum malam dijemput azan Subuh
kau akan rasakan bagaimana hangat melarutkan dingin bagai gula
Oh, para pecinta, saat perjumpaan gemuruh rindu telah tiba
kegembiraan akan mengubah ragam pualam menjadi bongkah zamrud menawan
hati yang berseri akan ringankan kaki menuju peluk kekasih
Mari dengarkan melodi yang mengalun penuh merdu nan syahdu
biarkan kalbu mabuk dalam lagu, namun kesadaran tetap terjaga
tahukah kau bahwa syairnya telah membawa setangkup sukacita padaku?
Yogyakarta, 08 Juni 2015
SUNGGUH betapa nikmat duduk melingkar bersama, curahkan segala perhatian
kau buka pintu tanpa sungkan, tanpa curiga, leluasa berkata
mata air mengalir deras dari palung hati dan pikiran
Hingga bibir kering menuang beragam kata dalam mangkuk makrifat
percakapan hikmat itu telah memalingkan kesadaran dari pergantian waktu
lalu kita mereguk esensi bersama dalam hati penuh riang
Bukan sekadar sensasi rasa yang kita kecap di dalamnya
kita mewujud elang yang terbang bebas ke penjuru dimensi
halakah itu siratkan cahaya, sayap terbentang, dan kita melayang
Yogyakarta, 08 Juni 2015
Sajak ini telah dipublikasikan di INDOPOS (01/08/2015)