KETIKA KATA HILANG MAKNA | MUSTAFA | ILUSI | TELAH TIBA MUSIM SEMI | KEKASIH TERSEMBUNYI
KETIKA KATA HILANG MAKNA
PERNAHKAH sekali waktu kau menenggak anggur yang hilang rasa?
sebagaimana lidah mengecap sebutir garam, rasa asin adalah kebenaran
bila sari telah tiada, lidah hanya menelan ragam ampas
Bila kau datang pada telinga tuli, kata-kata tiada arti
orang buta lebih butuh kata pun tongkat sebagai petunjuk
bagi lidah yang mati, ragam rasa takkan terasa lezat
Ketika kata hilang makna, suara hanya menjadi kotoran telinga
kata-kata hanya bergegas tanpa bekas, bahkan tak singgah sejenak
bila sari telah tiada, lidah hanya menelan ragam ampas
MUSTAFA
SERING kali kita berkata, “Mustafa, Mustafa!” sebagai kekasih tercinta
benarkah roh Mustafa hidup dalam dada, atau sekadar kata?
dalam dada yang penuh dusta takkan ada cahaya menyala
Gula dan madu tentu berbeda secara bentuk maupun rupa
bahkan rasa manis dari keduanya pun terasa sangat berbeda
lalu, keabadian mana lagi bila cinta hanya sebatas kata?
Cahaya cinta Mustafa tidak ada di hati para pendusta
sebab cinta itu adalah cahaya di atas cahaya semesta
bagi para pendusta, kebenaran hanya ada di dalam logikanya
ILUSI
APAKAH kau sedang mencipta ragam ilusi niskala, hai pikiranku?
sering kau mengira batu adalah pualam, sedang keduanya berbeda
kau juga mengira mimpi adalah kenyataan, sedang keduanya berbeda
Tentu saja simfoni jauh lebih lembut didengar oleh telinga
sedangkan letusan jauh lebih memekak dan begitu kasar didengar
keduanya perlu cara pandang berbeda bila ingin disebut keindahan
Ilusi apa lagi yang ingin kau cipta, hai pikiranku?
kau takkan menemukan hakikat kebenaran dalam ilusi macam itu
hakikat kebenaran ada dalam kebenaran itu sendiri, bukan sebaliknya
TELAH TIBA MUSIM SEMI
EMBUS angin datang keraikan daun kering di emper rumah
ia hadir membawa roh musim semi, mengabarkan kebahagiaan hidup
enyahlah hambar, hadirlah ambar, sukacita merekah dalam palung hati
Musim gugur berlalu membawa nyanyian sunyi ke ceruk bumi
menarilah debu bersama kawanan rintik hujan kala terik lenyap
jiwa-jiwa pasrah menyambut tunas bangkit dari lelap tidur panjang
Telah tiba musim semi setelah pancaroba renggut roh kehidupan
bila syahwat kalahkan iman, logika bak tanah musim kemarau
kemarau adalah kabar kematian, sedangkan musim semi adalah keberkahan
KEKASIH TERSEMBUNYI
KE MANA pecinta menghadapkan wajah, di situ Kekasih menemani
tak ada kesendirian abadi baginya, sebab ada Kekasih tersembunyi
walaupun dunia laksa duri, hati pecinta punjung sukacita adanya
Di bibir pecinta, pedih rindu adalah kasidah pemusnah resah
bukankah dari palung hati pecinta akan lahir madah magis?
kepada Kekasih tercinta segala puji merebak semesta tak terkira
Oh, sudilah menjamah tandus jiwa ini agar subur kembali
tak terbayangkan bila Kekasih tersembunyi enyah dari dalam diri
pastilah jasad ini hanya rangka teramat fana tanpa esensi
PERNAHKAH sekali waktu kau menenggak anggur yang hilang rasa?
sebagaimana lidah mengecap sebutir garam, rasa asin adalah kebenaran
Baca Juga
Bila kau datang pada telinga tuli, kata-kata tiada arti
orang buta lebih butuh kata pun tongkat sebagai petunjuk
bagi lidah yang mati, ragam rasa takkan terasa lezat
Ketika kata hilang makna, suara hanya menjadi kotoran telinga
bila sari telah tiada, lidah hanya menelan ragam ampas
Yogyakarta, 16 Juni 2015
SERING kali kita berkata, “Mustafa, Mustafa!” sebagai kekasih tercinta
benarkah roh Mustafa hidup dalam dada, atau sekadar kata?
dalam dada yang penuh dusta takkan ada cahaya menyala
Gula dan madu tentu berbeda secara bentuk maupun rupa
bahkan rasa manis dari keduanya pun terasa sangat berbeda
lalu, keabadian mana lagi bila cinta hanya sebatas kata?
Cahaya cinta Mustafa tidak ada di hati para pendusta
sebab cinta itu adalah cahaya di atas cahaya semesta
bagi para pendusta, kebenaran hanya ada di dalam logikanya
Yogyakarta, 16 Juni 2015
APAKAH kau sedang mencipta ragam ilusi niskala, hai pikiranku?
sering kau mengira batu adalah pualam, sedang keduanya berbeda
kau juga mengira mimpi adalah kenyataan, sedang keduanya berbeda
Tentu saja simfoni jauh lebih lembut didengar oleh telinga
sedangkan letusan jauh lebih memekak dan begitu kasar didengar
keduanya perlu cara pandang berbeda bila ingin disebut keindahan
Ilusi apa lagi yang ingin kau cipta, hai pikiranku?
kau takkan menemukan hakikat kebenaran dalam ilusi macam itu
hakikat kebenaran ada dalam kebenaran itu sendiri, bukan sebaliknya
Yogyakarta, 05 Juni 2015
EMBUS angin datang keraikan daun kering di emper rumah
ia hadir membawa roh musim semi, mengabarkan kebahagiaan hidup
enyahlah hambar, hadirlah ambar, sukacita merekah dalam palung hati
Musim gugur berlalu membawa nyanyian sunyi ke ceruk bumi
menarilah debu bersama kawanan rintik hujan kala terik lenyap
jiwa-jiwa pasrah menyambut tunas bangkit dari lelap tidur panjang
Telah tiba musim semi setelah pancaroba renggut roh kehidupan
bila syahwat kalahkan iman, logika bak tanah musim kemarau
kemarau adalah kabar kematian, sedangkan musim semi adalah keberkahan
Yogyakarta, 08 Juni 2015
KE MANA pecinta menghadapkan wajah, di situ Kekasih menemani
tak ada kesendirian abadi baginya, sebab ada Kekasih tersembunyi
walaupun dunia laksa duri, hati pecinta punjung sukacita adanya
Di bibir pecinta, pedih rindu adalah kasidah pemusnah resah
bukankah dari palung hati pecinta akan lahir madah magis?
kepada Kekasih tercinta segala puji merebak semesta tak terkira
Oh, sudilah menjamah tandus jiwa ini agar subur kembali
tak terbayangkan bila Kekasih tersembunyi enyah dari dalam diri
pastilah jasad ini hanya rangka teramat fana tanpa esensi
Yogyakarta, 12 September 2015
Sajak ini telah dipublikasikan di KORAN MERAPI (04/10/2015)