TARAQI | INTROJEKSI PUISI | ASMARALOKA
TARAQI
TIAP waktu kuseru Engkau kala terjaga hingga kesadaran lelap
berulang kali luruskan hati dan pikiran walau kadang silap
keraikan syahwat agar diri tak tersesat di lorong gelap
Segala apa yang mengalir dalam tubuh berasal dari Maharaja
bagaimana jasad ini bila roh telah sirna dari raga?
tanpa esensi, aku hanyalah rangka hidup tanpa daya guna
Tak ada tempat penuh rahmat selain dalam rengkuh Mahacinta
linang dan luap sukacita sering pecah kala di sana
akankah semua laku berakhir sia-sia hanya karena tipu daya?
INTROJEKSI PUISI
SERING kali penglihatan dihadapkan pada hal-hal ganjil—tak logis
akhirnya mereduksi atau justru memproduksi kecerdasan lahir pun batin
wadak berjalan penuh pasrah menampung curah sabda dari semesta
Berapa banyak bait dan larik terkapar dalam helai kertas?
daif tak mampu memungut cahaya hingga roh patah sayapnya
pandir meringkuk di sudut ruang delusi sembari meraung kesakitan
Janganlah mencampur klise dan plagiat, pastilah majal di udara
mata air bisa saja keruh bila batin bumi bergolak
tinta bisa dihapus, namun tidak untuk cela yang tertuang
ASMARALOKA
MATAHARI jiwa mulai sembul dari perige masyrik—seri maya
jangan menggesa, sebab pintu menuju langit masih lebar terbuka
bila berahi terpendam telah dikebiri, perpaduan batin bukan nista
Siapa gerangan yang kini mampu usik asmaraloka antara kita?
burung dan angin sama tinggi pun rendah dalam cinta
kalaupun raga menjauh, hakikat lebih lekat tak pernah sirna
Segala tutur ini takkan tuntas jelaskan apa yang tercipta
ceraplah madu maknawi sebelum manis sampai di lidah logika
perangai mana yang tak takluk setelah renjana memenuhi sukma?
Sajak ini telah dipublikasikan di RADAR SURABAYA (30/10/2016)
TIAP waktu kuseru Engkau kala terjaga hingga kesadaran lelap
berulang kali luruskan hati dan pikiran walau kadang silap
keraikan syahwat agar diri tak tersesat di lorong gelap
Segala apa yang mengalir dalam tubuh berasal dari Maharaja
bagaimana jasad ini bila roh telah sirna dari raga?
tanpa esensi, aku hanyalah rangka hidup tanpa daya guna
Tak ada tempat penuh rahmat selain dalam rengkuh Mahacinta
linang dan luap sukacita sering pecah kala di sana
akankah semua laku berakhir sia-sia hanya karena tipu daya?
Yogyakarta, 02 Maret 2016
SERING kali penglihatan dihadapkan pada hal-hal ganjil—tak logis
akhirnya mereduksi atau justru memproduksi kecerdasan lahir pun batin
wadak berjalan penuh pasrah menampung curah sabda dari semesta
Berapa banyak bait dan larik terkapar dalam helai kertas?
daif tak mampu memungut cahaya hingga roh patah sayapnya
pandir meringkuk di sudut ruang delusi sembari meraung kesakitan
Janganlah mencampur klise dan plagiat, pastilah majal di udara
mata air bisa saja keruh bila batin bumi bergolak
tinta bisa dihapus, namun tidak untuk cela yang tertuang
Yogyakarta, 29 Agustus 2016
MATAHARI jiwa mulai sembul dari perige masyrik—seri maya
jangan menggesa, sebab pintu menuju langit masih lebar terbuka
bila berahi terpendam telah dikebiri, perpaduan batin bukan nista
Siapa gerangan yang kini mampu usik asmaraloka antara kita?
burung dan angin sama tinggi pun rendah dalam cinta
kalaupun raga menjauh, hakikat lebih lekat tak pernah sirna
Segala tutur ini takkan tuntas jelaskan apa yang tercipta
ceraplah madu maknawi sebelum manis sampai di lidah logika
perangai mana yang tak takluk setelah renjana memenuhi sukma?
Yogyakarta, 24 September 2016
Sajak ini telah dipublikasikan di RADAR SURABAYA (30/10/2016)