MONISME | KOSMOGRAFI JIWA | MEGATRUH | MONOLOG TANPA JEDA
MONISME
TANGKAPLAH percik cahaya gemintang di jagat mahaluas dengan sukacita
apakah kau akan lewatkan malam hanya menyelinap dalam selimut?
bila kau menyerap intipati, Venus pun jadi pelipur lara
Selepas Isa, masihkah kau nyinyir soal hidangan dari langit?
sebelum bumi lebur, ia tetap akan mengantar berkat Tuhan
lihatlah ladang maupun sawah masih tumbuhkan bakal pangan untukmu!
Bagaimana rasanya bila ingin melepas rindu tapi tak berhasrat?
jangan samakan laut yang tenang dengan riak hilir sungai
hati gaduh pasti akan goyahkan langkah ke segala arah
KOSMOGRAFI JIWA
SUDAH terbuka lebar pintu sukma sambut hadirmu kekasih tercinta
masuklah agar nyata segala kebenaran dan tak ada rahasia
tetaplah ada di sana, kau adalah maharaja di dalamnya
Semesta menjadi adiwidia bagi jiwa yang terjaga serta percaya
bila keyakinan hati sirna, hampa meraja hingga ruas dada
ucap pun laku mudah tersesat ketika hakikat penglihatan buta
Haruskah kupalingkan wajah bila telah sampai di puncak pencarian?
begitu banyak dukacita kulewati dalam hidup ini penuh kepasrahan
marjikmu bukan maukif, sedang di alam ini cuma persinggahan
MEGATRUH
CERAPLAH daun yang lerah dari tangkai saat angin menerpa
kelarah tak jemu mengerip sari hingga laras di sabana
tak ada yang mampu memegat dayuh menyembul ke angkasa
Larik megatruh pun mengguguh dewala hingga kabut pekat berjelaga
raga berkeliaran, sedangkan batin bertikai tanpa jeda atas sunyata
roh merasuk antah-berantah, memicu ragam anomali rasa dalam dada
Pagutlah sukma yang laun meringkuk di ruang paling tepi
lekaslah gait kewarasan sebelum deram ahmak ringkus akal budi
nanar rintangi cergas hingga surut aforisme dari lubuk hati
MONOLOG TANPA JEDA
SIRNALAH diri dan terjaga kini atma dalam gita puja
mari wedar sengap agar rohani maupun pikir sarat adiwidia
bila wadak telah anestesi, di balik kasatmata hidup sunyata
Tiada jeda luah cinta bagi kekasih yang merindu damba
meski malam pencilkan cita, Orion tetap menjadi syarik setia
pandang kerlip itu sebelum balau menyusup serta meraja
Kalbuku, berapa mil lagi kelana ini terus menjejak marga?
bukan karena buta lantas seluruh pancaindra lenyap waskita
laik Sinai ditempa, bebal perlu dirambah biar lebih cendekia
Sajak ini telah dipublikasikan di RAKYAT SUMBAR (29/04/2017)
TANGKAPLAH percik cahaya gemintang di jagat mahaluas dengan sukacita
apakah kau akan lewatkan malam hanya menyelinap dalam selimut?
bila kau menyerap intipati, Venus pun jadi pelipur lara
Selepas Isa, masihkah kau nyinyir soal hidangan dari langit?
sebelum bumi lebur, ia tetap akan mengantar berkat Tuhan
lihatlah ladang maupun sawah masih tumbuhkan bakal pangan untukmu!
Bagaimana rasanya bila ingin melepas rindu tapi tak berhasrat?
jangan samakan laut yang tenang dengan riak hilir sungai
hati gaduh pasti akan goyahkan langkah ke segala arah
Yogyakarta, 12 Agustus 2016
SUDAH terbuka lebar pintu sukma sambut hadirmu kekasih tercinta
masuklah agar nyata segala kebenaran dan tak ada rahasia
tetaplah ada di sana, kau adalah maharaja di dalamnya
Semesta menjadi adiwidia bagi jiwa yang terjaga serta percaya
bila keyakinan hati sirna, hampa meraja hingga ruas dada
ucap pun laku mudah tersesat ketika hakikat penglihatan buta
Haruskah kupalingkan wajah bila telah sampai di puncak pencarian?
begitu banyak dukacita kulewati dalam hidup ini penuh kepasrahan
marjikmu bukan maukif, sedang di alam ini cuma persinggahan
Yogyakarta, 06 September 2016
CERAPLAH daun yang lerah dari tangkai saat angin menerpa
kelarah tak jemu mengerip sari hingga laras di sabana
tak ada yang mampu memegat dayuh menyembul ke angkasa
Larik megatruh pun mengguguh dewala hingga kabut pekat berjelaga
raga berkeliaran, sedangkan batin bertikai tanpa jeda atas sunyata
roh merasuk antah-berantah, memicu ragam anomali rasa dalam dada
Pagutlah sukma yang laun meringkuk di ruang paling tepi
lekaslah gait kewarasan sebelum deram ahmak ringkus akal budi
nanar rintangi cergas hingga surut aforisme dari lubuk hati
Yogyakarta, 9 Oktober 2016
SIRNALAH diri dan terjaga kini atma dalam gita puja
mari wedar sengap agar rohani maupun pikir sarat adiwidia
bila wadak telah anestesi, di balik kasatmata hidup sunyata
Tiada jeda luah cinta bagi kekasih yang merindu damba
meski malam pencilkan cita, Orion tetap menjadi syarik setia
pandang kerlip itu sebelum balau menyusup serta meraja
Kalbuku, berapa mil lagi kelana ini terus menjejak marga?
bukan karena buta lantas seluruh pancaindra lenyap waskita
laik Sinai ditempa, bebal perlu dirambah biar lebih cendekia
Yogyakarta, 21 Januari 2017
Sajak ini telah dipublikasikan di RAKYAT SUMBAR (29/04/2017)