Apresiasi Mihar Harahap perihal Puisi Katarsis
Puisi "Katarsis" karya Anam Khoirul Anam. Katanya : "membersihkan limbah kotoran di kulit cukup membasuh dengan air/namun tidak untuk bersihkan ragam noktah dalam jiwa ini/ perlu membedah rangka pikir, dada dan hati agar bercahaya," (bait 1). Sederhananya, membersihkan kotoran yang menempel di kulit, cukup dengan air. Tetapi membersihkan noktah dalam jiwa, tidak bisa dengan air. Melainkan dengan akal dan keimanan.
Proses pembersihan kejiwaan ini, katanya: "angkatlah noda diri ke langit, di sana nista disucikan/air limbah dan lumpur di dunia justru semakin mengotori jiwa/tubuh yang daif cenderung memiliki ruang gerak sangat terbatas," (bait 2). Raga (material) tanpa jiwa (spiritual) adalah sia-sia, tak berdaya. Noktah menempel di raga, justru akan merusak jiwa. Karena itu, jiwa harus diangkat ke langit (menghadap Allah Swt.) guna memeroleh kesucian.
Dikatakan:"madu harus dipisah dari sarang agar lebih berdaya guna/nyawa harus terlepas dari raga bila ingin arungi semesta," (bait 3). Sebagai ilustrasi (tanpa inipun puisi sudah lengkap) adalah madu dan nyawa. Madu harus dipisah dari sarangnya agar bermanfaat. Begitu pula nyawa, harus terlepas dari badan bila ingin ke langit. Tetapi, kalau ingin masuk ke surga, maka roh atau nyawa harus dibersihkan terlebih dahulu dari segala karat dosa.
Puisi ini mengingatkan kita pada peristwa israk-mikraj nabi Muhammad Saw. Dadanya di belah untuk pembersihan segala dosa, baru dapat melakukan perjalanan malam itu. Apalagi dapat bertemu dengan Allah Swt. Sama dengan umat Muhammad, pun harus melalui proses pembersihan segala dosa, baru bisa masuk surga dan bertemu dengan Tuhan. Tetapi, tak perlu harus membelah dada. Cukup bertanggungjawab terhadap perbuatan dosa itu.
Proses pembersihan kejiwaan ini, katanya: "angkatlah noda diri ke langit, di sana nista disucikan/air limbah dan lumpur di dunia justru semakin mengotori jiwa/tubuh yang daif cenderung memiliki ruang gerak sangat terbatas," (bait 2). Raga (material) tanpa jiwa (spiritual) adalah sia-sia, tak berdaya. Noktah menempel di raga, justru akan merusak jiwa. Karena itu, jiwa harus diangkat ke langit (menghadap Allah Swt.) guna memeroleh kesucian.
Dikatakan:"madu harus dipisah dari sarang agar lebih berdaya guna/nyawa harus terlepas dari raga bila ingin arungi semesta," (bait 3). Sebagai ilustrasi (tanpa inipun puisi sudah lengkap) adalah madu dan nyawa. Madu harus dipisah dari sarangnya agar bermanfaat. Begitu pula nyawa, harus terlepas dari badan bila ingin ke langit. Tetapi, kalau ingin masuk ke surga, maka roh atau nyawa harus dibersihkan terlebih dahulu dari segala karat dosa.
Puisi ini mengingatkan kita pada peristwa israk-mikraj nabi Muhammad Saw. Dadanya di belah untuk pembersihan segala dosa, baru dapat melakukan perjalanan malam itu. Apalagi dapat bertemu dengan Allah Swt. Sama dengan umat Muhammad, pun harus melalui proses pembersihan segala dosa, baru bisa masuk surga dan bertemu dengan Tuhan. Tetapi, tak perlu harus membelah dada. Cukup bertanggungjawab terhadap perbuatan dosa itu.
*) Mihar Harahap (Penulis adalah Pengawas Yayasan dan Dosen UISU, kritikus sastra dan budaya)
Artikel ini telah dipublikasikan di MEDAN BISNIS (28/05/2017)