PARAFRASA | PERSEMBAHAN HIDUP | SULUK KEBAHAGIAAN
PARAFRASA
BULAN telah meninggi di antara gelap, selimuti raut bumi
tiada terbenam dalam laju ingatan pun ucapan wajah seri
bergegaslah ke peraduan kekasih sebelum segala pintu rapat terkunci
Benarkah segala yang menyesak dalam diri adalah kebenaran isi?
semoga ini bukan ragam ampas yang telah kehilangan sari
jika jiwa ini telah sarat sepah, mahaseri melesat pergi
Lihatlah, matahari telah meninggi di balik cadar halimun pagi
jangan lagi mengarak segala laju ingatan dan ucapan mahasuci
sebab, hati yang dibiarkan kosong akan diisi selain esensi
PERSEMBAHAN HIDUP
MARI mendaki sigai adiwidia ini menuju langit penuh cahaya!
bukankah selain di dunia, kelezatan hayati ada di sana?
singsing belikat lalu kirap seluruh celih agar atma sentosa
Anjak dan bawa samir guna mengalingi persembahan kepada Maharaja
adakah isytiak lain dalam rindu daripada jumpa kekasih tercinta?
selama masih ada cinta di dada, suluk manunggal jua
Bila batu di kepala meledak, semogalah serupa cerlang supernova
mata air takkan berdaya guna sebelum menyembul sampai belanga
tanpa ablasi dari ceruk indung, durat tak memiliki harga
SULUK KEBAHAGIAAN
SEJAK kau rampas asa dari atrium, aku mendadak mandam
siang—malam berkeliaran hanya untuk cari di mana param
acap kali albedo burai memoar, tak ayal rindu menderam
Walau malaise, tuntaskan semua kaos dan jangan cuma berperam
tanpa ada jerih payah, mana mungkin bakam dapat digenggam
selama keyakinan masih di jiwa, segala aral pasti terbelam
Tekad gugah jasad agar memacu—bagai angin menyapu sekam
hati kukuh tiada mudah dirayu oleh rupa muslihat kekam
laku dari para pecinta tuntun sukma menuju makam tenteram
BULAN telah meninggi di antara gelap, selimuti raut bumi
tiada terbenam dalam laju ingatan pun ucapan wajah seri
bergegaslah ke peraduan kekasih sebelum segala pintu rapat terkunci
Benarkah segala yang menyesak dalam diri adalah kebenaran isi?
semoga ini bukan ragam ampas yang telah kehilangan sari
jika jiwa ini telah sarat sepah, mahaseri melesat pergi
Lihatlah, matahari telah meninggi di balik cadar halimun pagi
jangan lagi mengarak segala laju ingatan dan ucapan mahasuci
sebab, hati yang dibiarkan kosong akan diisi selain esensi
Yogyakarta, 03 Agustus 2016
MARI mendaki sigai adiwidia ini menuju langit penuh cahaya!
bukankah selain di dunia, kelezatan hayati ada di sana?
singsing belikat lalu kirap seluruh celih agar atma sentosa
Anjak dan bawa samir guna mengalingi persembahan kepada Maharaja
adakah isytiak lain dalam rindu daripada jumpa kekasih tercinta?
selama masih ada cinta di dada, suluk manunggal jua
Bila batu di kepala meledak, semogalah serupa cerlang supernova
mata air takkan berdaya guna sebelum menyembul sampai belanga
tanpa ablasi dari ceruk indung, durat tak memiliki harga
Yogyakarta, 21 September 2016
SEJAK kau rampas asa dari atrium, aku mendadak mandam
siang—malam berkeliaran hanya untuk cari di mana param
acap kali albedo burai memoar, tak ayal rindu menderam
Walau malaise, tuntaskan semua kaos dan jangan cuma berperam
tanpa ada jerih payah, mana mungkin bakam dapat digenggam
selama keyakinan masih di jiwa, segala aral pasti terbelam
Tekad gugah jasad agar memacu—bagai angin menyapu sekam
hati kukuh tiada mudah dirayu oleh rupa muslihat kekam
laku dari para pecinta tuntun sukma menuju makam tenteram
Yogyakarta, 10 Februari 2017
Sajak ini telah dipublikasikan di PALEMBANG EKSPRES (11/07/2017)