Negeri Kami yang Merdeka, Kami Penjajah Terburuknya - Anam Khoirul Anam Official -->

Negeri Kami yang Merdeka, Kami Penjajah Terburuknya

Maaf, kami belum bisa memberimu apa-apa selain rasa kecewa, rasa malu, bahkan terhina. Kami belum mampu mengangkat benderamu hingga ke langit tinggi, melainkan hanya setengah tiang—menandakan kepedihanmu pada perilaku kami. Engkau telah merdeka, namun kami masih dijajah. Engkau begitu baik, namun kami berbuat jahat. Engkau memberi tempat yang indah, namun kami merusakmu secara terstuktur, terorganisir, dan masif.

Maaf, kami belum bisa memberimu apa-apa selain rasa kecewa, rasa malu, bahkan terhina. Kami hanya berjuang untuk diri kami. Kami mengangkat senjata, namun justru nahas bunuh diri. Engkau telah merdeka, namun kami menjajah diri kami sendiri. Kami menjadi penjajah terburuk buat diri kami sendiri. Kami menjadi pencuri terburuk di rumah kami sendiri. Kami telah menjadi pemenang atas sikap pecundang bagi diri kami sendiri.

Maaf, kami belum bisa memberimu apa-apa selain rasa kecewa, rasa malu, bahkan terhina. Bukan salahmu, tapi salah kami yang tak juga membebaskan diri dari penjajahan atas diri kami sendiri.

Maaf, kami belum bisa memberimu apa-apa selain rasa kecewa, rasa malu, bahkan terhina. Bukan pihak lain yang menjajahmu, tapi kami sendiri yang menjajahmu. Menelanjangimu sampai engkau tak berbusana. Percayalah, engkau akan terus merdeka dan terus jaya. Sedangkan kami sebagai penjajah pasti musnah—lenyap oleh keteledoran, kecerobohan dan sebab masalah sepele lainnya. Laun, kami pasti diganti oleh generasi yang benar-benar membela kemerdekaanmu. Terima kasih sudah menampung kami dengan baik walau balasan kami amat mengecewakan bahkan mempermalukan dirimu. Tak lama lagi kami pasti pergi, pejuang kemerdekaanmulah yang tetap abadi. Tanpa rasa malu kami menyebut diri sebagai pejuang namun malah sebaliknya, jadi benalu. Kami malah menjadi biang rusuh. Tanpa merasa berdosa, mengkhianatimu tanpa henti. Bukankah ini teramat licik? Kami hanya jadi penyakit di tubuhmu. Kami hanya menjadi musuh dalam selimut bagimu, sedangkan engkau begitu baik memberikan tanah yang subur makmur. Tapi apa yang kami lakukan? Kami justru zalim atas pemberianmu. Tak pernah jujur dan bersyukur atas gemah ripah agar terus menjadi berkah. Betapa rakus diri ini. Tanah, batu, air, pohon, minyak apa pun yang bersumbar dari alammu malah habis kami gerus. Kami buas. Kami serakah. Kami benar-benar tak tahu malu.

Maafkan kami wahai negeriku. Maafkan kami yang hanya bisa memberimu rasa kecewa, rasa malu, dan rasa terhina. Engkau pasti prihatin melihat tingkah kami ini. Engkau pasti akan mengelus dada atas tingkah kami yang jenaka. Engkau pasti nelangsa dan berurai air mata karena sikap kami yang kurang ajar.

Semoga engkau tetap merdeka. Sungguh kami belum bisa merdeka dan hanya menjadi penjajah yang dijajah. Bodohnya kami ini. Sudah tahu dijajah malah bahagia. Sudah tahu dicurangi malah berbangga diri. Sudah tahu disesatkan di hutan malah kegirangan. Sudah tahu diterjunbebaskan ke jurang malah senang. Orang macam apa kami ini, Negeriku?

Maaf, kami belum bisa memberimu apa-apa selain rasa kecewa, rasa malu, bahkan terhina. Kami belum mampu mengangkat benderamu hingga ke langit tinggi, melainkan hanya setengah tiang menandakan kepedihanmu pada perilaku kami. Engkau telah merdeka, namun kami masih dijajah. Engkau begitu baik, namun kami berbuat jahat. Engkau memberi tempat yang indah, namun kami merusakmu secara terstuktur, terorganisir, dan masif.

Maaf, kami belum bisa memberimu apa-apa selain rasa kecewa, rasa malu, bahkan terhina. Bukan pihak lain yang menjajahmu, tapi kami sendiri yang menjajahmu. Menelanjangimu sampai engkau tak berbusana.

Semoga engkau terus merdeka, tanpa ada orang jahat bertopeng apa pun. Tak ada lagi kaos yang membuat wajahmu coreng-moreng. Tak ada lagi orang berhati busuk berbalut megalomania. Teruslah merdeka. Semoga generasi mendatang tak membuat luka lahir dan batinmu makin menganga.

Biarkan kami terus dalam kepengecutan, perusuh bermulut manis. Terima kasih atas limpahan kekayaan dari tanahmu yang subur makmur. Kami mengaku belum bisa membalas segala kebaikanmu. Semoga Tuhan senantiasa menjagamu dan senantiasa melimpahkan keberkahan untukmu.


Berlangganan update artikel terbaru via email:




Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1


Iklan Tengah Artikel 2


Iklan Bawah Artikel