Hal-hal yang Dilarang dalam Menulis serta Perbukuan
ANDA mungkin pernah mendengar baha menulis itu bebas, tulislah sesuka hati, atau pendapat-pendapat lain yang menyatakan bahwa tidak ada larangan apa pun dalam menulis. Memang pendapat itu tidak salah, tapi harus ditempatkan pada teks maupun konteks yang tepat pula. Jika salah, tentu saja pendapat tersebut amat menyesatkan.
Jika menulis itu bebas, pada dasarnya tidak bebas begitu saja. Tidak sesuka-suka penulisnya. Bahkan pekerjaan menulis tidak bisa ditekuni oleh sembarang orang. Menulis ada aturan baku yang tidak boleh dilanggar. Memang, semua orang bisa menulis dan menjadi seorang penulis, tapi apakah seseorang benar-benar bisa menulis secara baik dan benar sesuai kaidah?
Demikian pula dengan pembaca. Meskipun setelah membeli sebuah buku adalah menjadi haknya sebagai pemilik buku (bukan pemilik karya), tapi tetap ada hal-hal yang tidak boleh dilanggar.
Perlu diketahui bahwa ada hal-hal yang dilarang dalam menulis serta perbukuan di antaranya adalah:
1. PLAGIARISME
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan pla·gi·a·ris·me n penjiplakan yang melanggar hak cipta. Sedangkan jiplak memiliki pengertian jip·lak v, men·jip·lak v 1 menggambar atau menulis garis-garis gambaran atau tulisan yang telah tersedia (dengan menempelkan kertas kosong pada gambar atau tulisan yang akan ditiru); 2 mencontoh atau meniru (tulisan, pekerjaan orang lain); mencontek: 3 mencuri karangan orang lain dan mengakui sebagai karangan sendiri; mengutip karangan orang lain tanpa seizin penulisnya.
Bagi para penulis, plagiarisme atau menjiplak merupakan perbuatan keji bahkan teramat jahat. Selain tidak menghargai orang lain (penulis), perilaku plagiarisme menunjukkan bahwa tidak ada daya kreatif bagi si penjiplak tersebut. Ia hanya ingin cara mudah namun tak mau bersusah payah. Ia hanya ingin bersenang-senang di atas jerih payah orang lain.
Bagi siapa saja yang mengetahui bahwa karyanya sudah dijiplak, ia bisa menuntut dan memejahijaukan pelaku. Penulis memiliki hak atas karyanya. Penulis juga punya kuasa atas karya yang sudah dihasilkan. Apa pun kualitasnya, ketika plagiarisme terjadi, seorang penulis berkewajiban menjaga karyanya.
2. MENYEBARKANLUASKAN TANPA IZIN
Bagi pembaca sudah selayaknya menjaga buku yang sudah dibeli. Menjaga juga bisa diartikan tidak melakukan tindakan yang merugikan, terutama menjaga fisik buku serta isinya. Pembaca dilarang keras menyebarluarkan fisik maupun isi buku tanpa izin. Menyebarluaskan secara fisik (cetak) maupun isi juga dilarang bahkan bisa melanggar hukum.
Hak cetak ada penerbit buku bersangkutan, sedangkan hak isi ada pada penulis buku tersebut. Ketika pembaca menyebarluaskan tanpa izin, hal itu sangat dilarang. Perlu diketahui bahwa memfotokopi sebuah karya termasuk pelanggaran atau dilarang, sebab hal itu sangat merugikan pihak penerbit maupun penulis. Alangkah lebih baik jika membeli bukunya. Jika tidak menemukan di toko buku, bagi yang membutuhkan bisa menghubungi penerbitnya langsung. Satu eksemplar buku sangat berarti bagi penerbit, terutama bagi penulis.
Jika saat ini teknologi sudah sangat canggih dan rata-rata media sudah beralih ke media digital, maka menyebarluaskan artikel tanpa izin juga dilarang. Apa pun kontennya, ketika hal itu sudah menyangkut kode etik, maka penyebarluasan artikel juga harus mendapat izin. Meski tidak dengan permintaan secara resmi atau formal, meminta izin adalah cara menjaga etika kepada pihak bersangkutan meski tanpa diminta.