AMNESIA | KOSONG | DIORAMA MASA | MAMBANG KUNING - Anam Khoirul Anam Official -->

AMNESIA | KOSONG | DIORAMA MASA | MAMBANG KUNING

AMNESIA
KE MANAKAH ia kini pergi? Di mana keberadaannya kini?
setelah perjumpaan itu, tak kulihat di mana keberadaan dirinya

“Aku ada walau tak terlihat. Singkaplah tabir penglihatanmu,” ucapnya.

Baca Juga


Sungguh, aku tak bisa melihatnya di sekitarku—hingga kini
aku hanya meyakinkan diri bahwa ia ada di mana-mana
“Bukankah tiap waktu aku selalu mengawasimu tanpa jeda?” lanjutnya.

Tiap waktu aku terus berupaya sadarkan diri, mencari, mendekati

walau tak kunjung kutemukan, namun keyakinanku tetap terus bertahan
“Tanpa jumpa, kebersamaan senantiasa ada meski kau amnesia,” pungkasnya.
Yogyakarta, 27 September 2015

KOSONG
MALAM sudah begitu larut, namun pikiran masih saja sengkarut
mimpi buruk membayang di ujung pelupuk mata bak hantu
suara hanya menjadi lesat anak panah dalam kesunyian raga

Ke mana kaki berpijak di situ kosong meringkus diri
terdampar segala rasa jiwa di sudut ruang teramat asing
musnah segala arah dari pandangan, tujuan mati di genggaman

Hilang segala rasa dari pengecapan, manis pun asam adanya
tak hendak bangkit atau membujur tidur, bukan pula kematian
gelap sudah beringsut, namun resah dalam hati belum surut
Yogyakarta, 25 Oktober 2015

DIORAMA MASA
KINI gelap sudah terselak, matahari menyembul di balik perigi
masih tersisa aroma tanah selepas hujan tanpa jeda semalam
embun jatuh ketika embus angin menerpa helai daun badam

Sesekali kicau manyar terdengar walau tubuh gemetar di dahan
bernaung di kehangatan iklim hati, panjatkan doa pada Ilahi
kini, dunia teramat dingin hingga ia benar-benar membujur kaku

Surya telah mengapung di ufuk laut, mayang pun kembali
layung laun redup, celupak mulai nyala di antara gulita
dukacita pun sukacita terlelap bersama dalam tubuh kian renta
Yogyakarta, 17 November 2015

MAMBANG KUNING
KULIHAT nyala api dan air menari di pelupuk matamu:
“Bila api yang kau berikan padaku, aku adalah layung;
jika air yang kau alirkan, aku laut tanpa batas.”

Nyala yang melayuk di ujung air mengurai segala kuyu
gelap menirus sepi dan bergayut di antara kedip lampu
segala bentuk bayang pun tumbang ketika cahaya naik tinggi

Janganlah kau berikan api dan air itu secara bersamaan
tentulah tak ada yang bisa didapatkan selain hanya padam
luap amarah sama sekali tak bisa dicampur dengan sukacita
Yogyakarta, 16 November 2015

Sajak ini telah dipublikasikan di SOLOPOS (13/12/2015)


Berlangganan update artikel terbaru via email:




Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel