PUISI PICISAN | ODE PARA PECINTA | RAPSODI # 19 | TAMAN PARA PECINTA | NONSENS
PUISI PICISAN
BARANGKALI ini adalah puisi picisan yang kutulis untukmu, Kasih
gubahanku tak seindah pujangga yang mahir menulis dan berkata
bait yang kutulis begitu miskin diksi pun polos makna
Ia terasa mengalir, tak seperti puisi pujangga yang memesona
bahkan angin akan enggan menyimpan pesan puisi ini untukmu
tak ada kesan mendalam selain hanya sekadar bahan cemoohan
Barangkali ini adalah puisi picisan yang kutulis untukmu, Kasih
gubahanku tak seindah pujangga yang mahir menulis dan berkata
bait yang kutulis begitu miskin diksi pun polos makna
ODE PARA PECINTA
DATANGLAH! Mari berkerumun dalam jamuan penuh keindahan lahir batin
sukacita mana lagi yang perlu dibicarakan selain khazanah cinta?
walau sakit, kita merasa nikmat dan tiada rasa bosan
Mari saling bicara dari kedalaman jiwa yang begitu jernih
jangan campur urusan logika dengan hasrat cinta di hati
sebab keduanya takkan sejalan dan tak berkesudahan dalam kenyataan
Datanglah, hai Pecinta! Bawalah rindu yang menghangat di dada
anggur cinta telah menanti kecup bibirmu agar jiwa menari
isyarat rindu akan hidupkan roh cinta dalam jiwa kekasihmu
RAPSODI # 19
KE SINILAH! Irama cinta telah melesat tinggi ke angkasa
tiap petik yang mengalun dalam jiwa telah bersayap cahaya
lepaskan lara dunia, entakkan kaki dan berdansalah dengan sukacita
Kekasih sejati telah menanti di lapis langit paling tinggi
naiklah bersama bentang makrifat, dengannya pula segala hakikat sampai
lidah mengecap bentuk fisik, rasa abadi ada dalam diri
Ke sinilah penuh sukacita, bukankah tak ada selain dirinya?
nestapa dunia akan musnah dalam dekap hangat kekasih tercinta
mari bergegas menuju langit, di sana keabadian begitu nyata
TAMAN PARA PECINTA
TAK perlu berlari sedemikian rupa di taman para pecinta
derap kaki telanjangmu itu justru mengusik ritus segala kekhusyukan
cukuplah berbisik lirih agar hikmat senantiasa terjaga di sana
Apakah cinta butuh ratapan agar segera bersemayam di jiwa?
tanpa kehadiran hati, apa guna jibaku demi mendapat cinta
datanglah ke ribaan dengan penuh pasrah, walau getir adanya
Gelas yang diperlakukan secara kasar pasti retak bahkan pecah
tak perlu membuat gaduh hanya karena berharap tatap perhatian
apa yang diraih dengan sukarela akan hadirkan hakikat bahagia
NONSENS
APAKAH kau tetap mengira bahwa yang tampak adalah kenyataan
bagaimana jika segala keberadaan telah tiada, apakah terlihat adanya
lantas, jika penglihatan menjadi buta, masih adakah cahaya makrifat?
Dasar sumur bukan permukaan air yang menggenang di dalamnya
butuh timba atau galah untuk mengukur seberapa debit airnya
bila kau menjeburkan diri, tentu pandir mutlak ada padamu
Janganlah kau menimba dengan bakul, pasti itu perbuatan sia-sia
perkataan tanpa esensi hanya ampas dan memiliki sedikit manfaat
keyakinan adalah jalan menuju penyatuan jiwa pada kebenaran hakiki
Sajak ini telah dipublikasikan di REPUBLIKA (25/09/2016)
BARANGKALI ini adalah puisi picisan yang kutulis untukmu, Kasih
gubahanku tak seindah pujangga yang mahir menulis dan berkata
bait yang kutulis begitu miskin diksi pun polos makna
Ia terasa mengalir, tak seperti puisi pujangga yang memesona
bahkan angin akan enggan menyimpan pesan puisi ini untukmu
tak ada kesan mendalam selain hanya sekadar bahan cemoohan
Barangkali ini adalah puisi picisan yang kutulis untukmu, Kasih
gubahanku tak seindah pujangga yang mahir menulis dan berkata
bait yang kutulis begitu miskin diksi pun polos makna
Yogyakarta, 15 Juni 2015
DATANGLAH! Mari berkerumun dalam jamuan penuh keindahan lahir batin
sukacita mana lagi yang perlu dibicarakan selain khazanah cinta?
walau sakit, kita merasa nikmat dan tiada rasa bosan
Mari saling bicara dari kedalaman jiwa yang begitu jernih
jangan campur urusan logika dengan hasrat cinta di hati
sebab keduanya takkan sejalan dan tak berkesudahan dalam kenyataan
Datanglah, hai Pecinta! Bawalah rindu yang menghangat di dada
anggur cinta telah menanti kecup bibirmu agar jiwa menari
isyarat rindu akan hidupkan roh cinta dalam jiwa kekasihmu
Yogyakarta, 01 Juni 2015
KE SINILAH! Irama cinta telah melesat tinggi ke angkasa
tiap petik yang mengalun dalam jiwa telah bersayap cahaya
lepaskan lara dunia, entakkan kaki dan berdansalah dengan sukacita
Kekasih sejati telah menanti di lapis langit paling tinggi
naiklah bersama bentang makrifat, dengannya pula segala hakikat sampai
lidah mengecap bentuk fisik, rasa abadi ada dalam diri
Ke sinilah penuh sukacita, bukankah tak ada selain dirinya?
nestapa dunia akan musnah dalam dekap hangat kekasih tercinta
mari bergegas menuju langit, di sana keabadian begitu nyata
Yogyakarta, 22 September 2015
TAK perlu berlari sedemikian rupa di taman para pecinta
derap kaki telanjangmu itu justru mengusik ritus segala kekhusyukan
cukuplah berbisik lirih agar hikmat senantiasa terjaga di sana
Apakah cinta butuh ratapan agar segera bersemayam di jiwa?
tanpa kehadiran hati, apa guna jibaku demi mendapat cinta
datanglah ke ribaan dengan penuh pasrah, walau getir adanya
Gelas yang diperlakukan secara kasar pasti retak bahkan pecah
tak perlu membuat gaduh hanya karena berharap tatap perhatian
apa yang diraih dengan sukarela akan hadirkan hakikat bahagia
Yogyakarta, 16 November 2015
APAKAH kau tetap mengira bahwa yang tampak adalah kenyataan
bagaimana jika segala keberadaan telah tiada, apakah terlihat adanya
lantas, jika penglihatan menjadi buta, masih adakah cahaya makrifat?
Dasar sumur bukan permukaan air yang menggenang di dalamnya
butuh timba atau galah untuk mengukur seberapa debit airnya
bila kau menjeburkan diri, tentu pandir mutlak ada padamu
Janganlah kau menimba dengan bakul, pasti itu perbuatan sia-sia
perkataan tanpa esensi hanya ampas dan memiliki sedikit manfaat
keyakinan adalah jalan menuju penyatuan jiwa pada kebenaran hakiki
Yogyakarta, 22 Oktober 2015
Sajak ini telah dipublikasikan di REPUBLIKA (25/09/2016)