EPIKURIS | MONTASE KENANGAN | PARADISO | PERIHAL ANGIN
EPIKURIS
LURUHKAN kerai pintu dan bergegaslah masuk ke dalam rohani
pujaan hati sudah lama menanti, jangan buang waktu lagi
kiraikan renik debu jalan dan mari bercengkerama bersama mahasafi
Tak perlu terusik oleh kasak-kusuk, enyahkan semua syak wasangka
apa yang tertutup telah terbuka—tak ada lagi rahasia
ingatlah asyik masyuk ini bukan masokhis, tapi makam sukma
Setelah semua tenggelam, ketam kalbu timbul berseri dalam diri
tariklah misai ke angkasa agar mata terjaga sampai pagi
lira memecah sunyi hingga roh terhanyut ke langit tinggi
MONTASE KENANGAN
BEGITU banyak renik bayang beterbangan di kepala tiap waktu
montase terus berkeliaran dalam satu layar ingatan tanpa jeda
sungguhpun desir mengalir manis, namun tak jarang menyatire getir
Perihalmu tetap sentosa di relung jiwa meski kucoba endapkan
anomali rasa membuatku gila—berhasrat tapi tak bisa apa-apa
asyik masyuk mencintaimu, acap kali terkenang, malu serta diam
Lagu cinta berbisik liris di antara letup dalam dada
jasad ini adalah ruang kedap suara atas ledak kerinduan
meski matahari dan bulan timbul tenggelam, memoar tiada tanggal
PARADISO
KAU bertanya, “Mengapa kebahagiaan ini tercerabut dari dalam dada?”
sebelum lahir jawaban, gelak pecah di belakangmu seraya mengejek
mari berpisah sejenak agar taman ini ditumbuhi bunga abadi
Tidakkah kau tahu, tanah akan kuat bila dibakar api?
namun tidak untuk kayu, pastilah jadi lapuk serta berjelaga
bila diibaratkan, cinta adalah tanah sedangkan syahwat adalah kayu
Bagaimanapun mata ini dipejamkan, laksa wangi taman takkan berdusta
tanpa pengetahuan, bukankah segala apa pun hanya kekosongan belaka?
abaikan gelak tawa di belakangmu! Bukankah kebahagiaan telah tiba?
PERIHAL ANGIN
EMBUS angin datang menerbangkan segala yang hidup dan mati
ada isyarat tersembunyi di dalam laju ke segala penjuru
celakalah bagi jiwa lalai! Kapan saja petaka pasti tiba
Janganlah kau menaruh kepala jauh lebih tinggi dari hati
penglihatan yang tak awas akan mudah tersungkur oleh batu
bila akal telah mati dalam jiwa, adakah daya guna?
Embus angin datang menerbangkan segala yang hidup dan mati
sambutlah kabar gembira, kekasih telah datang bawa setangkup rindu
masuklah ke makam para pecinta, di sana tempat sukacita
Sajak ini telah dipublikasikan di REPUBLIKA (15/01/2017)
LURUHKAN kerai pintu dan bergegaslah masuk ke dalam rohani
pujaan hati sudah lama menanti, jangan buang waktu lagi
kiraikan renik debu jalan dan mari bercengkerama bersama mahasafi
Tak perlu terusik oleh kasak-kusuk, enyahkan semua syak wasangka
apa yang tertutup telah terbuka—tak ada lagi rahasia
ingatlah asyik masyuk ini bukan masokhis, tapi makam sukma
Setelah semua tenggelam, ketam kalbu timbul berseri dalam diri
tariklah misai ke angkasa agar mata terjaga sampai pagi
lira memecah sunyi hingga roh terhanyut ke langit tinggi
Yogyakarta, 19 September 2016
BEGITU banyak renik bayang beterbangan di kepala tiap waktu
montase terus berkeliaran dalam satu layar ingatan tanpa jeda
sungguhpun desir mengalir manis, namun tak jarang menyatire getir
Perihalmu tetap sentosa di relung jiwa meski kucoba endapkan
anomali rasa membuatku gila—berhasrat tapi tak bisa apa-apa
asyik masyuk mencintaimu, acap kali terkenang, malu serta diam
Lagu cinta berbisik liris di antara letup dalam dada
jasad ini adalah ruang kedap suara atas ledak kerinduan
meski matahari dan bulan timbul tenggelam, memoar tiada tanggal
Yogyakarta, 9 September 2016
KAU bertanya, “Mengapa kebahagiaan ini tercerabut dari dalam dada?”
sebelum lahir jawaban, gelak pecah di belakangmu seraya mengejek
mari berpisah sejenak agar taman ini ditumbuhi bunga abadi
Tidakkah kau tahu, tanah akan kuat bila dibakar api?
namun tidak untuk kayu, pastilah jadi lapuk serta berjelaga
bila diibaratkan, cinta adalah tanah sedangkan syahwat adalah kayu
Bagaimanapun mata ini dipejamkan, laksa wangi taman takkan berdusta
tanpa pengetahuan, bukankah segala apa pun hanya kekosongan belaka?
abaikan gelak tawa di belakangmu! Bukankah kebahagiaan telah tiba?
Yogyakarta, 24 Juli 2016
EMBUS angin datang menerbangkan segala yang hidup dan mati
ada isyarat tersembunyi di dalam laju ke segala penjuru
celakalah bagi jiwa lalai! Kapan saja petaka pasti tiba
Janganlah kau menaruh kepala jauh lebih tinggi dari hati
penglihatan yang tak awas akan mudah tersungkur oleh batu
bila akal telah mati dalam jiwa, adakah daya guna?
Embus angin datang menerbangkan segala yang hidup dan mati
sambutlah kabar gembira, kekasih telah datang bawa setangkup rindu
masuklah ke makam para pecinta, di sana tempat sukacita
Yogyakarta, 28 Februari 2016
Sajak ini telah dipublikasikan di REPUBLIKA (15/01/2017)