DAKSA MISTERIUS | KHALWAT | MANTRA | ANORTOPIA
DAKSA MISTERIUS
RAHASIA itu telah mengakar di hati sejak awal jumpa
pancasona menyuluh jasad yang terbaring lemah agar lekas digdaya
kelam luruh saat kalam asmaraloka bertalun dari bibir pecinta
Setelah cahaya datang, sungguh terbebas sepasang mata dari buta
tiada hendak berpaling menanti sekadar pupus rindu tak terkira
berai pesakitan dan merekah kebahagiaan tanpa sekat dalam jiwa
Kawan, isyarat mana lagi yang telah mengirim kabar dusta?
apa yang belum dan akan terjadi bukan bualan belaka
ke mana sembunyi, ia datang secara pasti bahkan tiba-tiba
KHALWAT
MASIH adakah getar di dada saat rasa saling jumpa,
apakah debar itu tetap sama walau tak lagi bersua?
oh, betapa gelisah ini menyingkap segala getir begitu satire
Tersipu malu diri ini bila hendak bertemu denganmu, Pujaanku
tak kuasa menatap segala pesona wajahmu nan rupawan itu
setelah sedemikian lekat denganmu, ada ledak hebat dalam dada
Rasa manis dalam jiwa jauh lebih nikmat dari gula
perjumpaan hikmat rindu tak selalu berakhir dengan cumbu rayu
cinta yang telah sampai hakikat akan lepas dari syahwat
MANTRA
SEPERTI hawa, keberadaanmu sama sekali tak bisa dipisah dariku
bertahun-tahun kau telah mengikatku sedemikian kuat dalam satu janji
sering kali berpaling darimu, namun aku kembali lagi padamu
Tak perlu mantra agar Zulaikha takjub pada wajah rupawan
kebenaran adalah daya pikat sebelum mata pisau menyayat jari
jalan lain akan menyesatkan langkahku, tapi tidak di jalanmu
Engkau adalah pawang atas gerak rohku dari segala pencapaian
seruanmu menunjuk pada arah tepat agar laku tak tersesat
bersama denganmu jinaklah segala hasratku, tanpamu tentu liarlah aku
ANORTOPIA
JANGAN karena kurang pengetahuan, lantas kuda kau sebut keledai
bagaimanapun, keduanya tetap berbeda walau dari jenis yang sama
bila pikiran terjebak pada wadak, lenyaplah segala kebenaran isi
Gunakanlah sigi agar penglihatan lebih awas daripada mata telanjang
lihatlah! Bukankah di langit telah diciptakan perhiasan nan menawan
tanpa ilmu mumpuni, bagaimana kau hitung gemintang di angkasa?
Tanpa kesadaran, jejak kaki pasti kehilangan arah dan keseimbangan
apa yang akan terjadi bila akal tumbang dari tempatnya?
jangan membuat ikatan bila tak tahu cara melepas jeratan
Sajak ini telah dipublikasikan di KEDAULATAN RAKYAT (12/02/2017)
RAHASIA itu telah mengakar di hati sejak awal jumpa
pancasona menyuluh jasad yang terbaring lemah agar lekas digdaya
kelam luruh saat kalam asmaraloka bertalun dari bibir pecinta
Setelah cahaya datang, sungguh terbebas sepasang mata dari buta
tiada hendak berpaling menanti sekadar pupus rindu tak terkira
berai pesakitan dan merekah kebahagiaan tanpa sekat dalam jiwa
Kawan, isyarat mana lagi yang telah mengirim kabar dusta?
apa yang belum dan akan terjadi bukan bualan belaka
ke mana sembunyi, ia datang secara pasti bahkan tiba-tiba
Yogyakarta, 28 Januari 2017
MASIH adakah getar di dada saat rasa saling jumpa,
apakah debar itu tetap sama walau tak lagi bersua?
oh, betapa gelisah ini menyingkap segala getir begitu satire
Tersipu malu diri ini bila hendak bertemu denganmu, Pujaanku
tak kuasa menatap segala pesona wajahmu nan rupawan itu
setelah sedemikian lekat denganmu, ada ledak hebat dalam dada
Rasa manis dalam jiwa jauh lebih nikmat dari gula
perjumpaan hikmat rindu tak selalu berakhir dengan cumbu rayu
cinta yang telah sampai hakikat akan lepas dari syahwat
Yogyakarta, 17 September 2015
SEPERTI hawa, keberadaanmu sama sekali tak bisa dipisah dariku
bertahun-tahun kau telah mengikatku sedemikian kuat dalam satu janji
sering kali berpaling darimu, namun aku kembali lagi padamu
Tak perlu mantra agar Zulaikha takjub pada wajah rupawan
kebenaran adalah daya pikat sebelum mata pisau menyayat jari
jalan lain akan menyesatkan langkahku, tapi tidak di jalanmu
Engkau adalah pawang atas gerak rohku dari segala pencapaian
seruanmu menunjuk pada arah tepat agar laku tak tersesat
bersama denganmu jinaklah segala hasratku, tanpamu tentu liarlah aku
Yogyakarta, 25 Juli 2016
JANGAN karena kurang pengetahuan, lantas kuda kau sebut keledai
bagaimanapun, keduanya tetap berbeda walau dari jenis yang sama
bila pikiran terjebak pada wadak, lenyaplah segala kebenaran isi
Gunakanlah sigi agar penglihatan lebih awas daripada mata telanjang
lihatlah! Bukankah di langit telah diciptakan perhiasan nan menawan
tanpa ilmu mumpuni, bagaimana kau hitung gemintang di angkasa?
Tanpa kesadaran, jejak kaki pasti kehilangan arah dan keseimbangan
apa yang akan terjadi bila akal tumbang dari tempatnya?
jangan membuat ikatan bila tak tahu cara melepas jeratan
Yogyakarta, 05 Agustus 2016
Sajak ini telah dipublikasikan di KEDAULATAN RAKYAT (12/02/2017)