Karakteristik Cerpen Kompas - Anam Khoirul Anam Official -->

Karakteristik Cerpen Kompas

Menulis cerita pendek (cerpen) memang terkadang mudah—namun, rata-rata sebagian penulis mengatakan sebaliknya. Masalah awal yang sering kali dihadapi para penulis adalah dalam hal pembukaan kalimat pertama. Ketika seorang penulis ingin membuka kalimat awal jenis karya apa pun cenderung masih meraba-raba, ragu-ragu, bahkan gagasan tersebut majal tanpa bisa dituangkan dalam tulisan. Membuat kalimat pembuka yang menarik serta memikat pembaca adalah pekerjaan pertama yang harus dituntaskan lebih dulu. Setelah berhasil membuat kalimat pendahuluan, biasanya jalan untuk meneruskan sampai pada kalimat akhir menjadi sangat mudah. Jika sudah memerlukan formula yang tepat, penulis masih terus diberi tugas meramu tulisannya sampai pada titik akhir.

Meski sudah berhasil menulis sampai titik akhir, namun masih ada pekerjaan lain yang harus diperhatikan oleh penulis di tiap karya-karya yang ingin dilahirkan yakni mempertahankan hasrat pembaca agar tak segera bosan ketika membaca karya tersebut. Sebisa mungkin penulis harus menyuguhkan ide kreatifnya secara utuh serta tuntas secara keseluruhan. Jika bicara teknis ataupun teoretis, aktivitas menulis memang terasa sulit dan berat, namun setelah dilakukan semua terasa mudah dan berakhir dengan indah. Perjuangan beratnya adalah saat meramu ide menjadi sebuah karya yang utuh.

Apabila naskah sudah siap dan penulis ingin mengirim ke koran atau media massa—terutama ke koran Kompas—tentu harus memerhatikan karakteristik yang diharapkan oleh pihak redaktur. Untuk karakteristik cerpen Kompas kurang lebih sebagai berikut:

1. Naskah yang dikirim harus memiliki karakter kuat secara keseluruhan. Ketika penulis sangat lemah dalam mengolah naskah, apalagi tidak mampu membuat kurator terkesan sekaligus tertarik membaca isi naskah tersebut hingga titik akhir, tentu berpeluang besar ditolak; 

2. Kurator lebih suka dengan narasi pembuka cerita yang memikat. Penuh kejutan-kejutan atau ledakan imajinasi sehingga memicu hasrat baca. Narasi di paragraf pertama ini dinilai kurator sangat menentukan apakah naskah tersebut layak ditayangkan atau tidak;

3. Selain harus karya asli, naskah harus inovatif, tidak ada kekeliruan ejaan di dalamnya. Editor atau kurator mana pun pasti sangat risih ketika mendapati kekeliruan mendasar ini. Kurator menganggap kekeliruan ejaan sedikit saja menunjukkan bahwa si penulis tidak cermat saat berkarya. Kurator benar-benar tidak menolelir kekeliruan ejaan, bahkan di mata mereka masalah ini amat jorok;

4. Gunakanlah kaidah menulis secara baik dan benar. Kurator sangat menjaga etika berbahasa. Tidak memicu SARA, diskriminasi terhadap kelompok tertentu, atau hal-hal lain yang melanggar norma. Menurut kurator, naskah juga harus dengan tema segar—walaupun tidak dibatasi oleh tema-tema tertentu, dan isi tidak klise. Mengarah pada kebaruan sastra yang meliputi aspek bahasa, tema, alur, serta teknik menulis yang mumpuni;

5. Berhubung rubrik sastra diberi ruang sangat terbatas, maka naskah maksimal 10.000 karakter atau kurang lebih 5 lembar A4. Jika kurang dari itu, atau malah lebih dari itu, besar kemungkinan masuk daftar naskah ditolak. Alasan ini tak lain lebih pada soal tata letak halaman yang diberikan pihak media;

6. Secara spesifik, kurator cenderung memerhatikan hal-hal unik serta lokalitas. Tema urban nyaris tidak ditayangkan alias ditolak;

7. Sangat dianjurkan menggunakan jenis font Times New Roman (TNR), spasi 1, 12 pt.

8. Hindari penggunaan kata bombas (menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI): bom·bas n 1 ucapan yang baik terdengar, tetapi tidak mengandung arti; omong kosong; 2 Sas ungkapan yang berlebih-lebihan dalam berlakon; bahasa atau kata yang muluk-muluk). Bisa jadi, kata bombas malah membunuh imajinasi yang sedang dibangun penulis di hati pembaca. Lebih baik gunakan gramatikal sederhana dan mudah dipahami pembaca.

9. Ketika membuka awal cerita dengan dialog, berusahalah mempertahankan karakter lakon secara kuat. Jika tidak mampu mempertahankan karakter lakon dengan kuat, maka bukalah dengan narasi. Sangat dianjurkan menggunakan narasi puitis.

10. Gaya menulis apa pun tetap diberi tempat—misal; realisme, surealisme, absurd, ataupun solilokui. Meski dengan gaya bahasa atau pengantar sesuai kehendak penulis, namun kekayaan diksi dan gaya bahasa pengantar dalam naskah sangat diutamakan.

Dari poin-poin di atas, bisa disimpulkan bahwa mengirim ke media massa atau koran tetap harus mengikuti aturan yang sudah ditetapkan. Terkadang naskah sudah sesuai format pun belum tentu diterima. Tiap penulis harus benar-benar berkompetisi dengan penulis lain saat naskah memasuki babak sidang redaksi. Di babak penilaian inilah tiap naskah diputuskan apakah layak ditayangkan atau ditolak.

Sebaiknya kirim 1—2 karya dalam sebulan. Kirimkan karya yang benar-benar sudah matang. Mengirim 1 atau 2 naskah dengan nilai kematangan sempurna tentu jauh lebih baik ketimbang mengirim banyak namun tidak memenuhi kriteria.


Berlangganan update artikel terbaru via email:




Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1


Iklan Tengah Artikel 2


Iklan Bawah Artikel